Sebelum membaca tulisan ini, jika Anda yang baru mencandu rokok di bawah 8 tahun, apalagi masih seumur jagung, sebaiknya Anda menunda membaca tulisan ini sampai tumbuh menjadi pecandu yang matang dan dewasa. Kalau bisa, perkuat rukun Islam terlebih dahulu, pertebal keimanan untuk selanjutnya Anda boleh membaca artikel ini. Namun, jika saja shalatnya masih bolong-bolong seperti Ahok, lebih baik tinggalkan situs web gukgok.com yang suci ini. Juga, jika Anda perokok gudang garam filter atau Garpit yang kebetulan membaca tulisan ini saya ucapkan “fuck off!” dan baca tulisan ini sampai beres.
Langsung aja gausah banyak intro.
Di negara yang bersemboyan “Hidup Pasrah Mati Ogah” aktivitas merokok bukan hanya tentang menghisap lalu membuang asapnya, namun sudah menjadi bagian dari lifestyle. Maka hal yang wajar jika seseorang memilih rokok sesuai dengan kriteria rasa masing-masing. Di berbagai tongkrongan kita sering kali menemui perokok yang superior, seolah-olah sudah merokok sejak mereka keluar dari lubang manja gelap ibunya. Siapa lagi kalo bukan user Garpit! Atau gudang garam filter.
Garpit maupun Djarum Super sebagai sebuah komoditas di Indonesia, dari produk inilah kita menemui event-event festival musik besar kadang juga acara olahraga, yang secara eksplisit musik dan olahraga adalah acara pemersatu bangsa, selain bokep yang viral di platform X. Tak elok rasanya kita-kita masyarakat kelas rendah masih memunculkan bahasa rasial terhadap sesama perokok akut.
Dalam tongkrongan saya yang semi blangsak kadang juga menghambur-hamburkan uang, saya sebagai user djarum super kaum minoritas sering kali mendapati sindiran-sindira keras dari user garpit. Baru saja saya duduk mengeluarkan sebungkus rokok djarum super lalu ingin menanyakan kabar kawan-kawan. Pertanyaan saya sudah dipotong dengan nada sinis dan merendahkan.
‘’Hmmm. Super…” Ucap kawan saya user garpit
“Disini jangan merokok super. Bau kecoa.” Kawan saya satu lagi menambahkan.
Sudah ada sindiran ditambah juga larangan, niat saya ingin merokok juga mengobrol. Namun saya diperlakukan seperti orang asing yang ingin menghegemoni kesuciannya. Jika ada sesi mediasi, saya sangat ingin menarik pelan kupingnya lalu bicara lembut, dan berucap “KONT*L”.
Memang disetiap tongkrongan selalu terjadi rivalitas antara perokok djarum super dan garpit, itupun sifatnya candaan. Namun saya baru menemui user garpit yang idealismenya maha dahsyat. Kata-katanya seperti meludah. Namun ditengah lempar pendapat, user djisamsoe melerai.
Lama-lama ini bukan lagi tentang rokok, bukan lagi tentang rivalitas produk, namun ini tentang sikap moderat yang harus saling menghargai sesama perokok. Mungkin user-user yang seperti itu harus kembali berkontemplasi di Goa bersama juru kunci liga inggris, untuk mensterilkan pikiran upaya memfilter ucapannya dari menghina jadi menghargai. Masa iya user Gudang Garam Filter tidak bisa memfilter ucapannya.
Kita juga tidak tau, kehidupan nantinya seperti apa. Bagaimana jika semua pabrik rokok stop produksi, dan yang tersedia hanya djarum super. Inilah yang selalu saya impikan. Saya juga tidak yakin user garpit berhenti merokok seketika. Alih-alih mendapatkan obrolan yang menarik ditongkrongan, saya malah mendapatkan nasihat-nasihat suci dari para user garpit, dan mendoktrin saya agar pindah haluan ke garpit.
Bagaimana bisa saya meing’iyakan itu, secara eksplikasi djarum super sudah menemani saya semenjak kelas 1 SMA. Bahkan band favorit saya The SIGIT sudah mengabdikan dirinya sebagai user Djarum Super didalam lagunya yang berjudul Clover Doper. Saya juga sudah menginterpretasikan slogan Djarum Super kedalam diri saya yaitu ‘I Dare’ . Maka dari itu saya berani menolak walaupun dalam ruang lingkup tongkrongan yang mayoritas user garpit. Sebelum kalian mendoktrin saya untuk menghisap rokok Garpit sebaiknya kalian baca bungkus Djarum Super bagian kiri, disitu tertera ‘Superfine Clove’.
Sesama internal perokok saja tidak menghargai, bagaimana sikap kita perokok kepada yang tidak merokok?
Terutama user garpit yang sok-sok’an polos, sebegitu naif dan sebegitu pengecut. Menghantam kaum-kaum minoritas seperti saya dengan retorika itu-itu saja. Bau kecoa, rokok lonte atau apalah, dengan skema yang mirip komunis. Amat sangat miris ditongkrongan dengan slogan “Leupeut hiji ku kabehan” kita masih meninjau perbedaaan, walau slogan ini tidak masuk dalam unsur rokok, namun dalam substansinya kita bisa mengkerucutkan.
Pada intinya merokok adalah aktivitas nyantai yang dapat merileksasikan tubuh dan pikiran. Djarum Super akan tetap dihisap dan dikeluarkan dari mulut dengan mata terbuka. Kenikmatannya dalam segala hal, membuat sukar untuk dimengerti.
Maka dari itu salam Super!!! ‘I Dare’