Saya punya ikatan sentimental dengan para hijabers. Jikalau duduk di dekat mereka serasa ingin langsung membawanya lari ke kantor KUA terdekat, atau langsung memberinya seperangkat alat shalat plus emas, yaa 0,0004 gramlah. Tapi yaa apa boleh buat saya ini hanya sekedar santri urakan yang mungkin tidak pantas bagi kalian wahai para hijaberz.
Saya memang pengagum hijab, tapi bukan seorang hijabers. Tapi jujur saja melihat para hijaberz yang hilir mudik itu meneduhkan sehingga tidak butuhlah payung hitam ala aksi kamisan untuk menutupi terik matahari, atau genteng yang berstandar SNI sekalipun hanya untuk melindungi diri dari air hujan, cukuplah anda wahai para hijaberz mondar-madir di depan saya, hujan dan terik matahari akan mampus secara ototmatis.
Bilkhusus saat moment mudik tiba, tidak aneh jika model pakaian hijaberz ala bulan ramadhan rumit sedemikian rupa melebihi rumitnya design poster propaganda Korea Utara. Namun, saya suka melihatnya dengan campuran make up yang sedemikian rapih.
Apalagi ketika moment yang ditunggu-tunggu saat pelaksanaan solat idul fitri, para hijaberz yang tak pernah muncul ke permukaan tiba-tiba muncul saat moment tahunan solat ied. Surga baru bagi saya melihat banyak hijaberz yang lalu-lalang dalam moment idul fitri seperti halnya bonek asal Surabaya yang menyeruak muncul dari bawah bumi.
Saya selalu menunggu moment halal bihalal untuk mencuri genggaman lembut dari para hijaberz seantero kampung, biarkan waktu berjalan lebih lama, biarkan kaki ini terus melangkah dengan tujuan menghirup parfum para ukhti dadakan dan juga genggaman lembut dalam moment yang fitri ini. Sucikan diri bersama para ukhti *dadakan.
Akhirnya saya berani untuk menyimpulkan meskipun kadang masih belum sepenuhnya percaya, bahwa ternyata hijaberz itu jauh lebih nyandu ketimbang kokain atau sekaleng lem aibon. Apalagi kalau dia berada dalam radius 5 meter dari kita, maka satu drum tuak oplosan pun tak akan mampu menandingi candunya. Jadi, bukan cuman agama saja yang candu, hijaberz juga.
Oke, tanpa panjang lebar, ini surat saya untuk kalian para hijaberz di seluruh dunia:
“Dear kamu yang memakai jilbab itu, dirimu ah sungguh khitbahable bagi setiap kerongkong pemuda alim yang berjidat hitam-dongker, sungguh aura taqwamu begitu putih memancar hingga malaikat pun iri oleh parasmu yang aduhainya subhanallah. Hidup mu yaa ukhti hanya akan sia-sia bila berteman bersama orang-orang beriman, karena Tuhan akan tahu bahwa tidak ada proses dakwah di antara kamu dan dia. Semoga saja kelak kau dipinang oleh para bajingan, pembangkang dan pemalas seperti saya agar kelak ada transfer keimanan dan ketaqwaan di sana. Dan bila itu terwujud, bolehlah kita bersama-sama membangun rumah tangga dengan fondasi ketaqwaan kepada Allah, setiap malam kita tahajud bareng, shalat subuh berjamaah lalu kau mencium tanganku dan di siang harinya marilah kita mengepalkan tangan berdemo sambil mengibarkan bendera Palu Arit!”
Modyar!